Di era teknologi informasi yang sangat cepat dewasa ini, umat manusia
semakin dimudahkan dalam beraktifitas dalam segala hal. Termasuk di
dalamnya dimanfaatkan oleh lembaga-lembaga pendidikan Islam, terutama
madrasah. Pada tahun 2017 ini, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam
Kementerian Agama RI tengah mengujicobakan aplikasi pendataan nilai
raport untuk murid madrasah. Namun demikian, di tengah maraknya berbagai
sistem aplikasi yang berkembang cepat ini, hendaknya jangan
menghilangkan sisi kemanusiannya. Demikian kata Sekretaris Direktorat
Jenderal Pendidikan Islam (Sesditjen Pendis), Moh. Isom Yusqi, dalam
Konsinyasi Uji Coba Aplikasi Pendataan Nilai Raport Siswa Madrasah di
Bogor, Jum`at (24/03/2017) malam.
Aplikasi yang canggih, sambung Isom, harus tetap dikawal manusia dan
jangan terkooptasi oleh kemajuan teknologi informasi sehingga
eksistensinya hilang. "Cara agar tidak ada ketergantungan terhadap
aplikasi adalah dengan meningkatkan kompetensi, mengupdate ilmu
pengetahuan. Manusia harus tetap mengontrol teknologi bukan malah
diperbudak oleh teknologi. Dulu para nahkoda kapal, contohnya, cukup
dengan tanda-tanda alam; arah mata angin, rasi bintang, bulan dan
sebagainya. Namun seiring dengan kemajuan teknologi, sekarang semua
serba otomatis. Namun bagaimana jadinya kalau salah satu komponen itu
rusak? Kembali ke metode manual," kata Isom di hadapan para operator
tingkat madrasah di wilayah Kota Bogor ini.
"Aplikasi pendataan raport yang baru dikembangkan pada tahun 2017
ini, lanjut Isom, merupakan hasil inovasi yang diharapkan dapat
memudahkan, mempercepat serta bisa mempertanggungjawabkan kerja para
stakeholder pendidikan; para guru dan tenaga kependidikan. "Aplikasi ini
dibuat agar madrasah dapat menjaga akuntabilitasnya sebagai lembaga
pendidikan Islam yang bermutu," kata guru besar dari IAIN Ternate ini.
Salah satu pertimbangan adanya aplikasi pendataan raport tersebut kata
Isom, adalah dalam rangka persiapan agar ujian madrasah berjalan lancar.
"Salah satu pertimbangannya adalah mempersiapkan data nilai raport
siswa kelas 6, 9 dan 12 serta nilai ujian madrasah/sekolah tulis dan
praktek sebagai pertimbangan kelulusan," kata Sesditjen Pendis.
Menanggapi berbagai aplikasi di Ditjen Pendis beraneka ragam, banyak
dan tidak terintegrasi, Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar
(PPSPM) ini mengatakan bahwa hal ini membuat kerja tidak sistematis
serta membuat ketergantungan pada pihak lain dimana para operatornya
ditangani petugas yang berbeda. "Aplikasi SAIBA dan SIMAK BMN di Bagian
Keuangan misalnya, jika ada kesalahan pada salah satu aplikasinya maka
akan mempengaruhi laporan keuangannya. Oleh karena itu, ke depan harus
ada aplikasi yang terintegrasi," kata Sesditjen Pendis.Akhirnya, pesan
Isom kepada Bagian Data dan Sistem Informasi yang mengelola sistem
pendataan EMIS agar konsinyasi ini diujicoba step by step serta ada uji
publik untuk diketahui dampak/impaknya di masyarakat. "Kalau diuji
publik ada masalah, maka harus ditarik. Kemudian bereksperimen dan
berinovasi lagi. Kalau ada manfatnnya segera sebarluaskan," pungkas
mantan Kasubdit Ketenagaan Diktis ini.
Sumber:http://emispendis.kemenag.go.id/emis2016v1/index.php?jpage=QkRQN2xPeEgwRDVUYjJuVGQ5MkR0QT09
No comments:
Post a Comment